Jam telah menunjukkan angka 9 pagi ketika Jeep yang kami tumpangi berjalan terseok seok melewati jalan tanah berpasir yang luas di antara bukit bukit sekitaran kawasan Tengger,Bromo
Sesekali kami melihat angin angin yang membentuk pusaran pusaran kecil berpasir di sepanjang jalan.Angin bertiup cukup kencang ketika kami mendekati kawasan yang merupakan spot ke lima di kawasan nasional Tengger Bromo Semeru ini.Spot ke lima ini merupakan spot sekaligus menjadi spot terakhir yang menjadi tujuan selama menjelajah kawasan puncak Tengger.Kawasan dengan bentangan lautan pasir yang luas ini terkenal dengan nama kawasan Pasir Berbisik.
Kawasan ini berada di atas ketinggian sekitar 2000 mdpl dengan diameter antara 8 hingga 10 km.Tempat ini sebenarnya merupakan kaldera raksasa di kawasan Tengger tapi sudah tidak aktif seperti kaldera di puncak Bromo.
Kawasan ini berada di atas ketinggian sekitar 2000 mdpl dengan diameter antara 8 hingga 10 km.Tempat ini sebenarnya merupakan kaldera raksasa di kawasan Tengger tapi sudah tidak aktif seperti kaldera di puncak Bromo.
Di namakan pasir berbisik karena bunyi deru angin yang menerbangkan pasir pasir di satu kawasan luas yang kosong begitu terasa dan sekilas menimbulkan suara suara yang bernada seperti bisikan.
Spot yang satu ini agak berbeda suasananya dari empat spot sebelumnya.Kawasan ini tidak terlalu banyak pengunjung.Menurut supir Jeep karena tidak semua wisatawan punya kesempatan kemari.Keberuntungan kami kali ini adalah sejak awal kami telah jelas rute dan spot spot lengkap yang akan kami datangi.Kami di ajak mendatangi sisi yang berbeda di Kawasan pasir Berbisik ini.Sisi yang dulu pernah di gunakan untuk lokasi syuting film "Pasir Berbisik" dan "Perempuan Berkalung Sorban".
Jadi bukan rute yang biasa di lalui para pelancong.Di kawasan ini masih banyak terlihat kabut asap di beberapa sisi bukit batu yang hampir mengelilingi tempat ini.
Karena pasir beterbangan sewaktu waktu tergantung arah angin yang bertiup maka di sarankan selalu waspada dengan mata agar tidak kelilipan debu pasir.
Tidak seperti seperti di lembah Jemplang atau savana rumput yang hangat di tempat sebelumnya,kawasan ini cuacanya kembali dingin.Suasananya benar benar berbeda.Hening,dingin dan hanya terdengar bunyi deru bisikan deru debu pasir yang beradu,cukup syahdu.
Seperti biasa mengabadikan berbagai gaya adalah sesuatu yang menjadi seremoni para pejalan yang lagi berpetualang,kamipun melakukan hal yang sama di sini.Menaiki batu batu cadas yang ada agar hasil foto lebih dramatis kami lakukan.Tapi harus hati hati karena batunya lumayan tajam.
Dan hembusan angin dingin membawa aroma khas belerang yang kuat dari kawasan puncak kaldera Bromo.Oleh karena itu syal atau masker lebih baik di gunakan di tempat ini.
Pasir hitamnya sedikit basah walaupun banyak angin di kawasan ini,mungkin karena dari semalam turun hujan sejak perjalanan kami dari desa Tongas.
Walaupun perjalanan kami lakukan di akhir tahun dan di masa musim penghujan,kami tak perlu khawatir untuk tetap mendatangi spot spot yang ada.Hal ini di karenakan di kawasan sekitar puncak Bromo hujan tidak akan mengalami badai.Hujannya hanya rintik rintik saja tidak sederas seperti di kawasan di bawah atau lereng.Jadi aman untuk pengunjung.Di kawasan ini yang menjadi kekhawatiran hanya tentang intensitas semburan gas sulfur dari kawah puncak Bromo saja.
Anak kedua ternyata tidak bisa ikut berlama lama menikmati suasana di spot Pasir Berbisik ini.Angin yang berhembus kencang dan temperatur yang lebih rendah membuat ia harus sembunyi di dalam jaket mencari kehangatan dan kenyaman perut yang mulai terasa mulas kembali di dalam mobil Jeep.
Kami tidak sampai satu jam berada di tempat ini di karenakan hari kami melakukan perjalanan mengeksplorasi Bromo bertepatan dengan hari Jumat.Jadi agak sedikit berburu waktu untuk menuruni lereng menuju lembah ke desa sukaraja tempat kami menginap.Jadi jam 10 pagi kami harus meninggalkan kawasan ini,maklum waktu tempuh untuk turun dengan mengendarai Jeep memakan waktu sekitar 1,5 hingga 2 jam.Tergantung ramai tidaknya jalan.Jalan pulang yang di tempuh berbeda dengan rute jalan waktu kami berangkat ke atas kawasan puncak Tengger.Jalan hanya untuk satu mobil saja jadi jalan hanya satu jalur.semua kendaraan yang naik ke kawasan puncak akan tueun bersamaan melalui satu jalur.
Ternyata karena kami turun ke bawah termasuk mobil mobil terakhir,jadi jalanan sudah mulai tak seramai ketika kami naik subuh sebelumnya.Kami sampai hotel dan melihat banyak rombongan mobil pelancong yang sudah mulai pergi meninggalkan penginapan.
Hujanpun mulai turun kembali begitupun kabut tebal yang super dingin mulai menyelimuti penginapan.
Sambil menikmati sarapan yang terlambat setelah membasuh tubuh dengan air hangat di depan teras hotel,kami mengucapkan syukur yang mendalam karena kabut tebal turun setelah kami tiba di bawah.Tidak bisa di bayangkan bila dalam perjalan turun kembali pulang tadi.Jalan sempit dengan tikungan tajam bila jarak pandang yang hanya beberapa meter tentu menimbulkan kekhawatiran tersendiri.
Alhamdulillah akhirnya kelar juga perjalanan kami di kawasan ini.Waktunya berkemas mencari untuk keluar hotel dan mencari masjid lalu melanjutkan perjalanan kembali menuju kota Malang di tengah guyuran hujan sepanjang jalan.
Akan ada cerita seru selanjutnya yang berbeda di perjalanan kami berikutnya.
Waah jadi pengin ke Bromo. Sejak menikah belum pernah ke Bromo. Baru sempat ke Bromo sekakali 18 tahun lalu pas masih kuliah
ReplyDeleteayolah main lagi ke Bromo.sensasinya berbeda dengan suasana 18 tahun yg lalu.kamipun ingin ke sana lagi kalau ada kesempatan.
Deletemamapir ke Gili Ketapang gan ...dekat bromo
ReplyDelete